DETAK
AWAL SEBUAH MAKNA
Hembus
ilmu menusuk kalbu
Membuatku
mampu mengenali waktu
Mencipta
strategi bernafas
Membentuk
pandang setajam pedang
Bebas
lepas dari halang rintang Tuan
Lurus
namun tak terhunus
Lirikan
jauh tak menggoyah
Hembus
topan takkan mengalah
Walau
pasti tersungkur tengkurap
Mencium
mesra tanah berpijak
Terurai
dalam mulut penuh dosa
Penghasut-penghasut
Tuhan
Mengharap
keadilan
Kedamaian
Dalam
dunia penuh kefanaan
23 januari 2012, borobudur (21.12)
KISAH BELENGGU
Dua tahun telah ku lalui, Sejak pertama
masuk ke gerbang perguruan tinggi. Hari ini aku menerima surat lagi dari
organisasi intra kampus. Hidup mahasiswa, indonesia membutuhkan suara dan
tenaga intelektual muda, tak usah takut. Kita lebih punya moral di banding para
cecunguk buncit itu. Rakyat sudah banyak yang tertindas sampai tak bisa
bersuara, kini tinggal kau mau negeri ini berubah atau tetap busuk seperti ini.
Akhirnya surat itu ditutup dengan ucapan merdeka atau mati dan polesan tinta
merah layaknya darah.
Organisasi intrakampus akhir-akhir ini
begitu bersemangat. Mengajak ribuan mahasiswa untuk melaksanakan demonstrasi
mengkritisi sikap pemerintah. Apakah perlunya duduk di bangku lusuh ruang kelas
dan mendengarkan ocehan penjilat pejabat yang tak punya idealisme seorang
intelektual? kita sebagai mahasiswa, ini saatnya menunjukkan peran kita.
Sejenak berdiam memanggil emosinya untuk mengikuti demonstrasi. Berniat melihat
situasi yang sebenrnya terjadi. Hal tersebut pasti akan membuka batinnya yang
lama terdiam dalam pasungan buku-buku kuliah dan Memberikan teman-teman baru
yang satu pemikiran. Namun, ayah dan ibunya pasti menangis mendengarnya. Ger,
kamu bapak kuliahkan biar jadi guru, bukannya jadi brandalan. Ajakan temanmu
belum tentu benar nanati kuliahmu jadi korban. Aku tersadar namun gentar. Aku
tahu bahwa aku seorang mahasiswa buku, tugas, ujian dan penelitian adalah
tanggung jawabku. Di selipkan surat itu kedalam saku dan kembali membuka bukuku
kembali.
Surat itu seakan memanggil-manggil
sampai kelubuk hatiku. Hatiku begitu gundah gulana bingung berjuta-juta.
Kudengarkan radio namun kabar datang tak terduga.
“Puluhan mahasiswa yang berdemonstrasi
di depan istana walikota ricuh, luka-luka karena serangan dari petugas
keamanan” lirih terucap dari radio butut. Kejadian itu seakan memberitahuku
bukan waktunya diam dalam balutan kekangan orang tua.
Keinginan yang begitu besar untuk
membantu teman-temanku menggunung sumeru. Surat itu kusaku dan memohon izin
orang tuaku untuk membantu sahabat seerjuangan, sembari kujelaskan dengan bapak
ibuku” kepintaran ini tidak akan berarti ketika aku hidup di bawah tirani yang
tak manusiawi, kecerdasan ini akan harum walau harus masuk bui”. Serantang nasi
dan ciuman hangat dikening menghantarkan aku ke ladang pembantaian karakter.
Sesampainya di sekretariat organisasi
intrakampus kulihat jono membawa sekardus minuman dan sekresek makanan kecil.
Senyuman hangat muncul dari muka kucel yang tak pernah mandi itu. Aku di
persilahkan masuk ke gubug para pemberontak dari kalangan intelektual muda.
Koordinator demonstrasi, sastro menghampiriku dan memberikan sambutan hangat.
Silahkan duduk! Aku duduk sembari bersalaman dengan para pejuang dari gerbang
perguruan tinggi.
“paijo?terima kasih kamu sudah mau
bergabung?kami disini menunggumu, kami menunggu pidatomu yang sumbangsihmu
disini?” ujar sastro dengan semangat.
Kusahut dengan optimis ”aku akan
goyangkan istana itu dengan suaraku, tapi kalian siap jadi benteng pertamaku,
kan ku buat api membara di tengah sampah-sampah yang busuk itu”
Mereka semua terbakar bagai mendapat
suntikan morfin yang membuat mati rasa dan melayang sampai ke langit. Mereka
adalah kaum-kaum pelarian. Pelarian dari bangku-bangku kuliah yang membosankan
yang bermetamorfosis menjadi pemuda pembela bangsa. Walau dengan pisau analisis
masalah yang tipis mereka mencoba tetap gagah dan berwibawa.
Satu bulan kemudian aku maju ke tempat
ladang ranjauku menanti.hidupku waktu itu hanya untu orasi membakar semua hati
yang bosan akan pembodohan. Ribuan warga kota dan kabupaten di seluruh penjuru
bersatu membetuk barisan semut sebesar gendruwo. Menakutkan bahkan menyeramkan.
Kerusuhan kecil pasti terjadi namun anarki tak bisa dikendali. Kawanku terluka,
kuangkat berbau darah, berirama rintihan dengan lirik aduh aduh. Semua begitu
cepat terasa sampai terdengar pidato bahwa situa picik buncit mengundurkan
diri.
Teriakan bahagia di sungai darah yang
tetap mengalir tak membuat suasana begitu hambar. Hati kaum-kaum pelarian yang
kucel tak terurus tetep bahagia. Walau sempat melupakan bahwa mereka masih
hidup dunia. Namun sebuah perjuangan untuk lebih baik itu tidak akan pernah
mati walau penciptanya mati.
22
jan 13, borobudur 23:06
GENERASI SETENGAH MATANG
Jutaan mimpi di otakmu
Terpahat bait idealism ilmu
Di setiap syaraf yang menyebar di balik
kulitmu
Menggelegar tak gentar bersahut kalut
Kau adalah aku
Aku adalah kau
Aku generasi setengah matang
Dari negeri yang memudar
Teriakan perjuangan selantang petir
Tak berpikir Walau segelintir
Aku dan kau tetap berdzikir
UTM, 20 Jan 13
GENERASI-GENERASI BARU INDONESIA
Manusia, manusia dibentuk oleh
keinginan yang berkobar-kobar untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.
Keinginan yang dibentuk oleh kenyataan-kenyatan masa sekarang dan lukisan suasana
masa lalu. Tak ada seorang manusia yang mampu membebaskan dirinya dari masa
lampau. Pengetahuan masa-masa yang telah dilalui menjadi pembelajaran dalam
melalui hidup yang dilalui. Mencoba memberikan warna yang dirasakan akan
menjadi pandangan dan sikap untuk menggapai mimpi di masa depan.
Pandangan dan sikap manusia sekarang
terjadi perbedaan-perbedaan dengan manusia jaman dulu, masa orang tua yang
mencoba memperjuangkan kemerdekaan. Lihat saja, generasi di era Soekarno mereka
tumbuh dalam suasana perjuangan dalam sikap anti kolonial belanda. Kemudian,
beberapa tahun kemudian harus mengalami suasana perjuangan pun terlihat ketika
harus melakukan konfrontasi dengan malaysia. Dari penyataan diatas menunjukan
negeri kita dipenuhi tekanan dari luar yang siap memporak-porandakan negeri
ini.
Berbagai dongeng tentang
manusia-manusia indonesia yang berjuang hanya untuk kemerdekaan negeri ibu
pertiwi. Kepahitan-kepahitan masa lalu yang menjadikan mereka mempunyai kemauan
baja hanya berlandaskan keberanian dengan bambu runcing dan senjata curian demi
mendapatkan tujuan yang di impikan. Proklamasi kemerdekaan pada 17 agustus 1945
merupakan impian awal mereka yang berhasil mereka wujudkan. Sikap optimistis
untuk membawa Indonesia ke arah tanpa penindasan dan penuh senyum kemakmuran
dan kesejahteraan.
Refleksi sikap optimis seharusnya dilakukan di segala tingkat
masyarakat. Para intelektual sesuai dengan bidangnya seharusnya mulai menyusun tata cara mengisi
kemerdekaan yang baik dan benar atau mulai kritis dengan persoalan kritis yang
menimpa negara ini. Indonesia yang mempunyai banyak sumber daya yang seharusnya
diolah oleh orang-orang indonesia yang masih menerapkan sikap perjuangan demi
kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Indonesia saat ini masih membutuhkan tenaga-tenaga
teknis yang ahli dalam membuka sumber kekayaan itu. Bukan generasi intelektual
yang hanya diam ditengah kekacauan dan pemberontakan wong cilik yang geram akan
pengorganisiran negeri ini.
Indonesia bukan negeri yang sedang
melalui masa gelap gulita, Negeri yang tak tahu arah kemana harus melangkah,
Negeri yang tidak mempunyai idealisme. Begitu carut marut mawut karena
lunturnya sikap optimisme generasi-generasi pengisi kemerdekaan negeri ini.
Indonesia yang dipenuhi generasi yang kurang memuaskan yang mementingkan
individu dan diatasnamakan kepetingan bersama.
Munafikkah generasi saat ini, ketika
persoalan-persoalan indonesia jauh lebih besar dari pada persoalan teknis.
Persoalan perubahan masyarakat yang berkembang cepat dan tak langsung yang akhirnya
merongrong stabilitas indonesia. Kekuatan-kekuatan radikal dan liberal mulai
muncul dan berkembang dibawah tanah. Indonesia menjadi negeri yang sistem
pemerintahan sampai ke bawah diliputi chaos. Sistem mulai di obrak-abrik, harga
mulai menanjak, menggila, penyelundupan, kekonyolan birokratis, kejahatan yang
dilegalkan bersama dengan korupsi di segala bidang. Inikah kekaburan
genarasi-generasi pengisi kemerdekaan di lapangan hidup dan Siapa yang akan
bertanggung jawab akan keadaan seperti itu?
Pengaruh situasi demikian yang
menjangkit putra-putri hasil kemerdekaan apakah akan membentuk segelintir
generasi dengan karakter perubah indonesia ke arah yang lebih baik. Menjadi
kelompok utama yang memberikan respon terhadap kekalutan situasi negeri ini. Generasi
yang penuh ambisi tinggi dan idealisme suci unuk menolong perkembangan sosial
di negeri ini. Generasi yang tanpa frustasi dan siap berkorban tidak
setengah-setengah menantang kenyataan yang galak. Generasi yang mempunyai
cita-cita siap bekerja dan mengadakan riset dan menerapkan hasil kepada
masyarakat. Harapan memberikan arti pada kemerdekaan karena pasti ada
kesempatan untuk berbuat sesuat untuk negeri ini.
“Tuhan membenci mereka yang berkorban
setengah-setengah, karena itu engkau harus memberikan jiwa ragamu seluruh” kata
penulis Belanda Douwes Dekker. Indonesia menunggu generasi-generasi baru dengan
Kesetiaan dan pengorbanan yang ikhlas
Memberikan kepuasaan emosional kepada rakyat indonesia. Generasi yang bangkit
dalam optimisme sosial demi kemerdekaan yang mencoba memperbaiki kondisi
huru-hara politik, sosial, ekonomi. Generasi yang memilih Keiklasan berkorban
dan keikhlasan memberi demi kedaulatan kemerdekaan indonesia. Menghilangkan
kekaburan dengan menciptakan kembali pondasi standar pendidikan di segala
bidang yang akan secara teknis menghidupkan manusia-manusia yang mampu memegang
peranan. Sehingga, akan membentuk orang-orang kuat yang akan menjadi pemimpin
di segala bidang demi kesejahteraan dan kemakmuran indonesia.
Generasi-generasi baru indonesia,
merekalah orang-orang yang akan memperbaharui Indonesia, dalam waktu-waktu yang
telah ditentukan Tuhan di masa yang akan datang. Pengalaman menjadi
pembelajaran yang akan selalu jadi bayangan mereka. Sikap mereka terhadap masa
depan akan diwarnai oleh pengalaman-pengalaman masa lampau dan masa sekarang.
Universitas Tidar
Magelang. Jumat Kliwon, 11 januari 2012 (11.50 WIB)
MIMPI
PAGI HARI
Mukaku berbeda
Santun tersusun dusta
Membungkus luka sayat dengan senyuman
Berkat nasi aking yang ku makan
Terparkir lama di ususku
Begitu merdeka walau berbau busuk
Hamba sahaya adalah jabatan hari
ini
Jabatan juragan untuk esok hari
Ya, esok hari
Tuan juragan,itutitle ku.
Namun, embun masih menyerangku di
setiap pagi
Kucoba tetaplah bermain
sepoi angin yang bersemilir dingin
walau bertahun-tahun ku masih
menunggu
mengharap mentari iklas memberi
sinarnya.
Memberi kerja dan kudapan nikmat
di setiap harinya
burung-burung berkicau untuk
menghiburku
namun ku tetap tak berdaya dan
tetap mencari tahu
24 januari 2013, borobudur (06.41)
BELATUNG-BELATUNG
BUNCIT
Jiwa yang hancur akan kehidupan,
terperosok tak memahami keadaan, dipermainkan waktu,dan mencoba terbang tinggi
bersama harapan yang mati bagai doa yang hilang walau terlantun beribu frasa.
Akankah tuhan akan marah, dewa akan gundah, malaikat akan memerah ketika
deskripsi kehidupan begitu membosankan. Impian-impian mahluk rendah terperas
perut yang menjalani sistem penghancur moral.
Akhir dunia namun
bukan kiamat.
Membingungkan
Penuh penindasan
Belatung-belatung
buncit tumbuh pesat
Bertopeng malaikat di
surga dunia
Memakan benih-benih
tak berdaya
Merubah menjadi pemuda
tak berharga
Dimata dunia
Dan semuanya...
KATA EMAK
Status pendidikan sekolah dasar
Harga mahal sangat menampar
sistem mengikat sulit menghindar
dengar dengan sadar, aku gemetar.
Ilmu begitu ragu menyentuhmu
Bandrol itu melemahkanku
Aku hanya babu di negeriku
Tulang punggung sepuluh orog
penerus negerimu
Segumpal garam dan seliter beras
itu upahku
Apa mungkin sang Batara mengutukku
Di tengah kekerdilan nyali dan
otakku
Tak berhias sains yang tinggi
namun berhati dewi
Pandanganku
terhanyut dalam sejarah
tanpa mendayung ke masa depan
hilang dalam palung
tak terlihat kehidupan
baumu musnah tak berbekas
terkekang dan tak bebas
pusaran otak amat membingungkan
cepat makin deras mengajak berbeda
bukan menjadi diri sendiri
mengalir menuju pelabuhan nafsu
tak pasti
membebani
dan akhirnnya
Mati
Borobudur,
25 januari 2013 (22.25)
DERITA SAHABATKU
semua kan baik saja.
embun pagi takkan menyerangmu
tetaplah bermain di kasur empukmu
selimut doa menjagamu
sepoi angin bersemilir dingin
enggan merabamu
walau hampir bebarapa tahun kau
masih menunggu
mengharap mentari iklas memberi
sinarnya.
burung-burung berkicau untuk
menghiburmu
namun kau tetap tak berdaya dan
tetap mencari tahu.
Menulis detik-detikmu
Di tetesan air matamu
Seirama tetesan infus yang masuk
ketubuhmu
Bersahutan dengan tabung oksigen
itu
Tetaplah mendaki angan
Diranjang besi rumah sakit itu
Wahai sahabatku...
Magelang
, 25 januari13
CURHAT NENEK MOYANG
Kulihat ke bawah
Yang ku injak tak lagi tanah
Semua berubah
Wilayah Bernuansa gerah
Hanya benda keras Bukan lagi sawah
Lembah-lembah jadi rumah mewah
Bukan lagi nyiur hijau warisan
simbah
Yang dibeli dengan darah
Kini Mendapat julukan tanah tak
bertuah
Ladang hidup para penjajah
Cucu-cucuku berulah
Waktu mengajak lemah
Idealisme mereka goyah
Nasionalisme musnah
Hidup tak terarah
Harga diri dijual murah
Miskin serakah
Cucu-cucuku tak lagi merah
Mereka adalah nanah
Di negeri yang gemah ripah
Menantang Tuhan agar Marah
Magelang,
25 Januari 2012 (23.04)
MALAM
INI
Sepi,
Ku pikir kau takkan kembali,
Sunyi,
Ku yakin, aku milikmu malam
ini.....
Silahkan peluk aku sampai esok
hari...
Walau kau akan menghilang lagi
Aku tetap setia kau hinggapi
23.22/kedung
rengit, 10 feb 13
AKU DAN KETAKUTANKU
Aku
tetap bodoh
takut
mengungkapkan rasa yang benar-benar nyata
takut
menghadapi hal yang nyata
takut
dia jauh pergi
takut
tak bisa lihat dia esok hari seperti ini
bodoh
dan tetap bodoh
kenapa
otak mengalami hal ini
tak
mengerti
tak
mampu pahami
inikah
cinta sejati
inikah
rasa yang begitu ditakuti
tanyaku
pada diri sendiri...
DOSENKU, SIANG ITU
Egoisnya
dirimu
Tak
mau memandang dunia baru
Tetap
kaku mengalahkan batu
Kenapa
kau selalu menakutiku
Senyum
kecutmu terpampang ngeri
Berbau
busuk tak ada arti
Ucapanmu
begitu nyeri
Menganggapku
tak punya harga diri
Kau,
mengukir luka
Memaksaku
mengenal neraka
Kau,
mengajarkan sedih
Menenggelamkanku
dalam pedih.
Kau
buat hidupku begitu sembelit
Melilit
begitu sulit
Namun,
kekerasanmu mengajariku
Tetap
Sujud pada langit;
Tetap
Syukur pada bumi,
KAU DAN WARNAMU
Kau...
Kau
ikat merahmu
Kau
tutup putihmu
Kau
pancarkan hitammu
Hanya
demi kehijauan
Kulihat
kau begitu kelabu
Walau
kuning di sekelilingmu
Syairmu
Kau
ambil spidol itu
Menggores kata-kata
Perlahan
bahkan sangat pelan
Tahukah
kau, kau Menyakitkan hatiku
Lantunan
kata-kata
Terucap
sangat lirih
Tahukah
kau, kau Menyakitkan hatiku lagi
Bagiku
bayang hitammu
Mampu
tenggelamkanku
Bersama
desir bunyi nafas syairmu
Lenyapkan
aku
Telinga
mata bibirku kaku
Buta
akan harapan palsu
kedengkian
yang membenam
jatuh
membelit kasih sayang
lanjutkanlah
kaumenulis
goresmu
masih nikmat kudengar
dan
itu pasti
Kenangan
waktu itu.
Langit muram bertandang
sirine gerimis pun datang
semilir angin meregang
kencang
aku berdiri menantang
api padam
memanggil gelap
memaksaku masuk kedalam tenda
terlelap dalam bayangan kelam
mimpi indah yang kuharap
ditengah dingin dan pengap
kemeja dan dasi
syarat kerja hari ini
pakailah pakaaiaan rapi
tes tertulis
iq
tes fisik
wawancara
seleksi masuk pebrik milik penjajah
pabri besar dengan gaji besar
menuntut buruh pintar-pintar
memproduksi alat pintar
dipakai orang pintar
untuk membuat pintar
tapi
negeriku mengkonsumsi alat pintar
tapi
manusianya tetap bodoh
terbelaakang di paling belakang
terkekang hedonisme
sampai moral tak jalan
Satukan tujuan
Hancurkan ketakutan masa depan
Perbuatan hamba setan
Berlari melwan
Hasutan pembodohan dan perbudakan
Berdiri sendiri
Tanpa uang dan kekuasaan
Apalagi hasutan lampu remang-remang
Buka lebar
Badan yang hancur akan pembungkaman
Harapan musnah
Mari kawan, saling genggam tangan
Saling menguatkan
Tanpa kepentingan individu
TUHAN,
AKU TIDAK BERANI MEMANDANG MATANYA
Sore
ini, berpapasan denganya. Seseorang yang saat ini ingin aku dapatkan. Tepat Di
depan sekretariat yang menjadi tempat persinggahanku selama kuliah. Dia
menyapaku yang sedang menikmati kopi dan rokok. Suaranya begitu lembut dan
begitu kurindukan selama beberapa hari setelah aku mengungkapakan isi hatiku
melalui sebuah tulisan. Langkah kakinya begitu anggun sampai terdengar di
telingaku.
Keinginan
hati begitu besar. Memaksa jiwa ini untuk melihat wajahnya dan kembali
menyapanya. Namun apa yang terjadi aku hanya basa-basi menanyakan masalah yang
kurang penting. Aku hanya melihat senyumnya yang membuatku bahagia sampai
terbang dan bingung mau berkata apa lagi.
Dia
pergi. Ya, dia pergi untuk melaksanakan sholat. Aku hanya terdiam, masuk
kedalam sekretariat dan menulis kejadian hari ini. Namun, entah kenapa aku tak
berani memandang matanya.
18.44. 17 februari
2013