pijar

pijar

Sabtu, 07 Desember 2013

KUMPULAN PUISIKU



DETAK AWAL SEBUAH MAKNA

Hembus ilmu menusuk kalbu
Membuatku mampu mengenali waktu
Mencipta strategi bernafas
Membentuk pandang setajam pedang
Bebas lepas dari halang rintang Tuan
Lurus namun tak terhunus
Lirikan jauh tak menggoyah
Hembus topan takkan mengalah
Walau pasti tersungkur tengkurap
Mencium mesra tanah berpijak
Terurai dalam mulut penuh dosa
Penghasut-penghasut Tuhan
Mengharap keadilan
Kedamaian
Dalam dunia penuh kefanaan

23 januari 2012, borobudur (21.12)







KISAH BELENGGU

Dua tahun telah ku lalui, Sejak pertama masuk ke gerbang perguruan tinggi. Hari ini aku menerima surat lagi dari organisasi intra kampus. Hidup mahasiswa, indonesia membutuhkan suara dan tenaga intelektual muda, tak usah takut. Kita lebih punya moral di banding para cecunguk buncit itu. Rakyat sudah banyak yang tertindas sampai tak bisa bersuara, kini tinggal kau mau negeri ini berubah atau tetap busuk seperti ini. Akhirnya surat itu ditutup dengan ucapan merdeka atau mati dan polesan tinta merah layaknya darah.
Organisasi intrakampus akhir-akhir ini begitu bersemangat. Mengajak ribuan mahasiswa untuk melaksanakan demonstrasi mengkritisi sikap pemerintah. Apakah perlunya duduk di bangku lusuh ruang kelas dan mendengarkan ocehan penjilat pejabat yang tak punya idealisme seorang intelektual? kita sebagai mahasiswa, ini saatnya menunjukkan peran kita. Sejenak berdiam memanggil emosinya untuk mengikuti demonstrasi. Berniat melihat situasi yang sebenrnya terjadi. Hal tersebut pasti akan membuka batinnya yang lama terdiam dalam pasungan buku-buku kuliah dan Memberikan teman-teman baru yang satu pemikiran. Namun, ayah dan ibunya pasti menangis mendengarnya. Ger, kamu bapak kuliahkan biar jadi guru, bukannya jadi brandalan. Ajakan temanmu belum tentu benar nanati kuliahmu jadi korban. Aku tersadar namun gentar. Aku tahu bahwa aku seorang mahasiswa buku, tugas, ujian dan penelitian adalah tanggung jawabku. Di selipkan surat itu kedalam saku dan kembali membuka bukuku kembali.
Surat itu seakan memanggil-manggil sampai kelubuk hatiku. Hatiku begitu gundah gulana bingung berjuta-juta. Kudengarkan radio namun kabar datang tak terduga.
“Puluhan mahasiswa yang berdemonstrasi di depan istana walikota ricuh, luka-luka karena serangan dari petugas keamanan” lirih terucap dari radio butut. Kejadian itu seakan memberitahuku bukan waktunya diam dalam balutan kekangan orang tua.
Keinginan yang begitu besar untuk membantu teman-temanku menggunung sumeru. Surat itu kusaku dan memohon izin orang tuaku untuk membantu sahabat seerjuangan, sembari kujelaskan dengan bapak ibuku” kepintaran ini tidak akan berarti ketika aku hidup di bawah tirani yang tak manusiawi, kecerdasan ini akan harum walau harus masuk bui”. Serantang nasi dan ciuman hangat dikening menghantarkan aku ke ladang pembantaian karakter.
Sesampainya di sekretariat organisasi intrakampus kulihat jono membawa sekardus minuman dan sekresek makanan kecil. Senyuman hangat muncul dari muka kucel yang tak pernah mandi itu. Aku di persilahkan masuk ke gubug para pemberontak dari kalangan intelektual muda. Koordinator demonstrasi, sastro menghampiriku dan memberikan sambutan hangat. Silahkan duduk! Aku duduk sembari bersalaman dengan para pejuang dari gerbang perguruan tinggi.
“paijo?terima kasih kamu sudah mau bergabung?kami disini menunggumu, kami menunggu pidatomu yang sumbangsihmu disini?” ujar sastro dengan semangat.
Kusahut dengan optimis ”aku akan goyangkan istana itu dengan suaraku, tapi kalian siap jadi benteng pertamaku, kan ku buat api membara di tengah sampah-sampah yang busuk itu”
Mereka semua terbakar bagai mendapat suntikan morfin yang membuat mati rasa dan melayang sampai ke langit. Mereka adalah kaum-kaum pelarian. Pelarian dari bangku-bangku kuliah yang membosankan yang bermetamorfosis menjadi pemuda pembela bangsa. Walau dengan pisau analisis masalah yang tipis mereka mencoba tetap gagah dan berwibawa.
Satu bulan kemudian aku maju ke tempat ladang ranjauku menanti.hidupku waktu itu hanya untu orasi membakar semua hati yang bosan akan pembodohan. Ribuan warga kota dan kabupaten di seluruh penjuru bersatu membetuk barisan semut sebesar gendruwo. Menakutkan bahkan menyeramkan. Kerusuhan kecil pasti terjadi namun anarki tak bisa dikendali. Kawanku terluka, kuangkat berbau darah, berirama rintihan dengan lirik aduh aduh. Semua begitu cepat terasa sampai terdengar pidato bahwa situa picik buncit mengundurkan diri.
Teriakan bahagia di sungai darah yang tetap mengalir tak membuat suasana begitu hambar. Hati kaum-kaum pelarian yang kucel tak terurus tetep bahagia. Walau sempat melupakan bahwa mereka masih hidup dunia. Namun sebuah perjuangan untuk lebih baik itu tidak akan pernah mati walau penciptanya mati.
22 jan 13, borobudur 23:06
























GENERASI SETENGAH MATANG

Jutaan mimpi di otakmu
Terpahat bait idealism ilmu
Di setiap syaraf yang menyebar di balik kulitmu
Menggelegar tak gentar bersahut kalut
Kau adalah aku
Aku adalah kau
Aku generasi setengah matang
Dari negeri yang memudar
Teriakan perjuangan selantang petir
Tak berpikir Walau segelintir
Aku dan kau tetap berdzikir
UTM, 20 Jan 13













GENERASI-GENERASI BARU INDONESIA

Manusia, manusia dibentuk oleh keinginan yang berkobar-kobar untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Keinginan yang dibentuk oleh kenyataan-kenyatan masa sekarang dan lukisan suasana masa lalu. Tak ada seorang manusia yang mampu membebaskan dirinya dari masa lampau. Pengetahuan masa-masa yang telah dilalui menjadi pembelajaran dalam melalui hidup yang dilalui. Mencoba memberikan warna yang dirasakan akan menjadi pandangan dan sikap untuk menggapai mimpi di masa depan.
Pandangan dan sikap manusia sekarang terjadi perbedaan-perbedaan dengan manusia jaman dulu, masa orang tua yang mencoba memperjuangkan kemerdekaan. Lihat saja, generasi di era Soekarno mereka tumbuh dalam suasana perjuangan dalam sikap anti kolonial belanda. Kemudian, beberapa tahun kemudian harus mengalami suasana perjuangan pun terlihat ketika harus melakukan konfrontasi dengan malaysia. Dari penyataan diatas menunjukan negeri kita dipenuhi tekanan dari luar yang siap memporak-porandakan negeri ini.
Berbagai dongeng tentang manusia-manusia indonesia yang berjuang hanya untuk kemerdekaan negeri ibu pertiwi. Kepahitan-kepahitan masa lalu yang menjadikan mereka mempunyai kemauan baja hanya berlandaskan keberanian dengan bambu runcing dan senjata curian demi mendapatkan tujuan yang di impikan. Proklamasi kemerdekaan pada 17 agustus 1945 merupakan impian awal mereka yang berhasil mereka wujudkan. Sikap optimistis untuk membawa Indonesia ke arah tanpa penindasan dan penuh senyum kemakmuran dan kesejahteraan.
Refleksi sikap optimis  seharusnya dilakukan di segala tingkat masyarakat. Para intelektual sesuai dengan bidangnya  seharusnya mulai menyusun tata cara mengisi kemerdekaan yang baik dan benar atau mulai kritis dengan persoalan kritis yang menimpa negara ini. Indonesia yang mempunyai banyak sumber daya yang seharusnya diolah oleh orang-orang indonesia yang masih menerapkan sikap perjuangan demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Indonesia saat ini masih membutuhkan tenaga-tenaga teknis yang ahli dalam membuka sumber kekayaan itu. Bukan generasi intelektual yang hanya diam ditengah kekacauan dan pemberontakan wong cilik yang geram akan pengorganisiran negeri ini.
Indonesia bukan negeri yang sedang melalui masa gelap gulita, Negeri yang tak tahu arah kemana harus melangkah, Negeri yang tidak mempunyai idealisme. Begitu carut marut mawut karena lunturnya sikap optimisme generasi-generasi pengisi kemerdekaan negeri ini. Indonesia yang dipenuhi generasi yang kurang memuaskan yang mementingkan individu dan diatasnamakan kepetingan bersama.
Munafikkah generasi saat ini, ketika persoalan-persoalan indonesia jauh lebih besar dari pada persoalan teknis. Persoalan perubahan masyarakat yang berkembang cepat dan tak langsung yang akhirnya merongrong stabilitas indonesia. Kekuatan-kekuatan radikal dan liberal mulai muncul dan berkembang dibawah tanah. Indonesia menjadi negeri yang sistem pemerintahan sampai ke bawah diliputi chaos. Sistem mulai di obrak-abrik, harga mulai menanjak, menggila, penyelundupan, kekonyolan birokratis, kejahatan yang dilegalkan bersama dengan korupsi di segala bidang. Inikah kekaburan genarasi-generasi pengisi kemerdekaan di lapangan hidup dan Siapa yang akan bertanggung jawab akan keadaan seperti itu?
Pengaruh situasi demikian yang menjangkit putra-putri hasil kemerdekaan apakah akan membentuk segelintir generasi dengan karakter perubah indonesia ke arah yang lebih baik. Menjadi kelompok utama yang memberikan respon terhadap kekalutan situasi negeri ini. Generasi yang penuh ambisi tinggi dan idealisme suci unuk menolong perkembangan sosial di negeri ini. Generasi yang tanpa frustasi dan siap berkorban tidak setengah-setengah menantang kenyataan yang galak. Generasi yang mempunyai cita-cita siap bekerja dan mengadakan riset dan menerapkan hasil kepada masyarakat. Harapan memberikan arti pada kemerdekaan karena pasti ada kesempatan untuk berbuat sesuat untuk negeri ini.
“Tuhan membenci mereka yang berkorban setengah-setengah, karena itu engkau harus memberikan jiwa ragamu seluruh” kata penulis Belanda Douwes Dekker. Indonesia menunggu generasi-generasi baru dengan Kesetiaan dan pengorbanan yang ikhlas  Memberikan kepuasaan emosional kepada rakyat indonesia. Generasi yang bangkit dalam optimisme sosial demi kemerdekaan yang mencoba memperbaiki kondisi huru-hara politik, sosial, ekonomi. Generasi yang memilih Keiklasan berkorban dan keikhlasan memberi demi kedaulatan kemerdekaan indonesia. Menghilangkan kekaburan dengan menciptakan kembali pondasi standar pendidikan di segala bidang yang akan secara teknis menghidupkan manusia-manusia yang mampu memegang peranan. Sehingga, akan membentuk orang-orang kuat yang akan menjadi pemimpin di segala bidang demi kesejahteraan dan kemakmuran indonesia.
Generasi-generasi baru indonesia, merekalah orang-orang yang akan memperbaharui Indonesia, dalam waktu-waktu yang telah ditentukan Tuhan di masa yang akan datang. Pengalaman menjadi pembelajaran yang akan selalu jadi bayangan mereka. Sikap mereka terhadap masa depan akan diwarnai oleh pengalaman-pengalaman masa lampau dan masa sekarang.
Universitas Tidar Magelang. Jumat Kliwon, 11 januari 2012 (11.50 WIB)




MIMPI PAGI HARI

Mukaku berbeda
Santun tersusun dusta
Membungkus  luka sayat dengan senyuman
Berkat  nasi aking yang ku makan
Terparkir lama di ususku
Begitu merdeka walau berbau busuk
Hamba sahaya adalah jabatan hari ini
Jabatan  juragan untuk esok hari
Ya, esok hari
Tuan  juragan,itutitle ku.

Namun, embun masih menyerangku di setiap pagi
Kucoba tetaplah bermain
sepoi angin yang bersemilir dingin
walau bertahun-tahun ku masih menunggu
mengharap mentari iklas memberi sinarnya.
Memberi kerja dan kudapan nikmat di setiap harinya

burung-burung berkicau untuk menghiburku
namun ku tetap tak berdaya dan tetap mencari tahu

24 januari 2013, borobudur (06.41)

BELATUNG-BELATUNG BUNCIT

Jiwa yang hancur akan kehidupan, terperosok tak memahami keadaan, dipermainkan waktu,dan mencoba terbang tinggi bersama harapan yang mati bagai doa yang hilang walau terlantun beribu frasa. Akankah tuhan akan marah, dewa akan gundah, malaikat akan memerah ketika deskripsi kehidupan begitu membosankan. Impian-impian mahluk rendah terperas perut yang menjalani sistem penghancur moral.
Akhir dunia namun bukan kiamat.
Membingungkan
Penuh penindasan
Belatung-belatung buncit tumbuh pesat
Bertopeng malaikat di surga dunia
Memakan benih-benih tak berdaya
Merubah menjadi pemuda tak berharga
Dimata dunia
Dan semuanya...




KATA EMAK
Status pendidikan sekolah dasar
Harga mahal sangat menampar
sistem mengikat sulit menghindar
dengar dengan sadar, aku gemetar.
Ilmu begitu ragu menyentuhmu
Bandrol itu melemahkanku
Aku hanya babu di negeriku
Tulang punggung sepuluh orog penerus negerimu
Segumpal garam dan seliter beras itu upahku
Apa mungkin sang Batara mengutukku
Di tengah kekerdilan nyali dan otakku
Tak berhias sains yang tinggi namun berhati dewi



Pandanganku
terhanyut dalam sejarah
tanpa mendayung ke masa depan
hilang dalam palung
tak terlihat kehidupan
baumu musnah tak berbekas
terkekang dan tak bebas
pusaran otak amat membingungkan
cepat makin deras mengajak berbeda
bukan menjadi diri sendiri
mengalir menuju pelabuhan nafsu
tak pasti
membebani
dan akhirnnya
Mati
Borobudur, 25 januari 2013 (22.25)
DERITA SAHABATKU
semua kan baik saja.
embun pagi takkan menyerangmu
tetaplah bermain di kasur empukmu
selimut doa menjagamu
sepoi angin bersemilir dingin enggan merabamu
walau hampir bebarapa tahun kau masih menunggu
mengharap mentari iklas memberi sinarnya.
burung-burung berkicau untuk menghiburmu
namun kau tetap tak berdaya dan tetap mencari tahu.
Menulis detik-detikmu
Di tetesan air matamu
Seirama tetesan infus yang masuk ketubuhmu
Bersahutan dengan tabung oksigen itu
Tetaplah mendaki angan
Diranjang besi rumah sakit itu
Wahai sahabatku...                 
Magelang , 25 januari13














CURHAT NENEK MOYANG

Kulihat ke bawah
Yang ku injak tak lagi tanah
Semua berubah
Wilayah Bernuansa gerah
Hanya benda keras Bukan lagi sawah
Lembah-lembah jadi rumah mewah
Bukan lagi nyiur hijau warisan simbah
Yang dibeli dengan darah
Kini Mendapat julukan tanah tak bertuah
Ladang hidup para penjajah
Cucu-cucuku  berulah
Waktu mengajak lemah
Idealisme mereka goyah
Nasionalisme musnah
Hidup tak terarah
Harga diri dijual murah
Miskin serakah
Cucu-cucuku tak lagi merah
Mereka adalah nanah
Di negeri yang gemah ripah
Menantang Tuhan agar Marah
Magelang, 25 Januari 2012 (23.04)








MALAM INI
Sepi,
Ku pikir kau takkan kembali,
Sunyi,
Ku yakin, aku milikmu malam ini.....
Silahkan peluk aku sampai esok hari...
Walau kau akan menghilang lagi
Aku tetap setia kau hinggapi

23.22/kedung rengit, 10 feb 13






AKU DAN KETAKUTANKU

Aku tetap bodoh
takut mengungkapkan rasa yang benar-benar nyata
takut menghadapi hal yang nyata
takut dia jauh pergi
takut tak bisa lihat dia esok hari seperti ini
bodoh dan tetap bodoh
kenapa otak mengalami hal ini
tak mengerti
tak mampu pahami
inikah cinta sejati
inikah rasa yang begitu ditakuti
tanyaku pada diri sendiri...


DOSENKU, SIANG ITU
Egoisnya dirimu
Tak mau memandang dunia baru
Tetap kaku mengalahkan batu
Kenapa kau selalu menakutiku
Senyum kecutmu terpampang ngeri
Berbau busuk tak ada arti
Ucapanmu begitu nyeri
Menganggapku tak punya harga diri
Kau, mengukir luka
Memaksaku mengenal neraka
Kau, mengajarkan sedih
Menenggelamkanku dalam pedih.
Kau buat hidupku begitu sembelit
Melilit begitu sulit
Namun, kekerasanmu mengajariku
Tetap Sujud pada langit;
Tetap Syukur pada bumi,














KAU DAN WARNAMU
Kau...
Kau ikat merahmu
Kau tutup putihmu
Kau pancarkan hitammu
Hanya demi kehijauan
Kulihat kau begitu kelabu
Walau kuning di sekelilingmu








Syairmu
Kau ambil spidol itu
Menggores  kata-kata
Perlahan bahkan sangat pelan
Tahukah kau, kau Menyakitkan hatiku
Lantunan kata-kata
Terucap sangat lirih
Tahukah kau, kau Menyakitkan hatiku lagi
Bagiku bayang hitammu
Mampu tenggelamkanku
Bersama desir  bunyi nafas syairmu
Lenyapkan aku
Telinga mata bibirku kaku
Buta akan harapan palsu
kedengkian yang membenam
jatuh membelit kasih sayang
lanjutkanlah kaumenulis
goresmu masih nikmat kudengar
dan itu pasti













Kenangan waktu itu.
Langit muram bertandang
sirine gerimis pun datang
semilir angin meregang
kencang
aku berdiri menantang
api padam
memanggil gelap
memaksaku masuk kedalam tenda
terlelap dalam bayangan kelam
mimpi indah yang kuharap
ditengah dingin dan pengap




kemeja dan dasi
syarat kerja hari ini
pakailah pakaaiaan rapi
tes tertulis
iq
tes fisik
wawancara
seleksi masuk pebrik milik penjajah
pabri besar dengan gaji besar
menuntut buruh pintar-pintar
memproduksi alat pintar
dipakai orang pintar
untuk membuat pintar
tapi
negeriku mengkonsumsi alat pintar
tapi
manusianya tetap bodoh
terbelaakang di paling belakang
terkekang hedonisme
sampai moral tak jalan












Satukan tujuan
Hancurkan ketakutan masa depan
Perbuatan hamba setan
Berlari melwan
Hasutan pembodohan dan perbudakan
Berdiri sendiri
Tanpa uang dan kekuasaan
Apalagi hasutan lampu remang-remang
Buka lebar
Badan yang hancur akan pembungkaman
Harapan musnah
Mari kawan, saling genggam tangan
Saling menguatkan
Tanpa kepentingan individu


TUHAN, AKU TIDAK BERANI MEMANDANG MATANYA
Sore ini, berpapasan denganya. Seseorang yang saat ini ingin aku dapatkan. Tepat Di depan sekretariat yang menjadi tempat persinggahanku selama kuliah. Dia menyapaku yang sedang menikmati kopi dan rokok. Suaranya begitu lembut dan begitu kurindukan selama beberapa hari setelah aku mengungkapakan isi hatiku melalui sebuah tulisan. Langkah kakinya begitu anggun sampai terdengar di telingaku.
Keinginan hati begitu besar. Memaksa jiwa ini untuk melihat wajahnya dan kembali menyapanya. Namun apa yang terjadi aku hanya basa-basi menanyakan masalah yang kurang penting. Aku hanya melihat senyumnya yang membuatku bahagia sampai terbang dan bingung mau berkata apa lagi.
Dia pergi. Ya, dia pergi untuk melaksanakan sholat. Aku hanya terdiam, masuk kedalam sekretariat dan menulis kejadian hari ini. Namun, entah kenapa aku tak berani memandang matanya.
18.44. 17 februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar